SEMARANG, derapguru.com — Larangan untuk memainkan lato-lato menggema di sekolah-sekolah di berbagai pelosok negeri. Permainan yang lagi viral di kalangan anak-anak tersebut dianggap mengganggu dan membahayakan anak-anak.
Lato-lato dalam istilah internasional disebut “clackers”. Pertama kali mendunia pada tahun 1960-an. Ketika itu, hampir semua orang memiliki lato-lato dan sangat menggilai dua bola ini. Pada awal tahun 70-an, ratusan pembuat mainan telah menjual jutaan clackers di seluruh dunia.
Clackers memiliki desain yang mirip dengan boleadoras, senjata pilihan untuk gaucho (koboi Argentina) untuk menangkap guanaco (hewan yang terlihat seperti llama). Mainan ini bisa terbuat dari kayu atau logam. Namun, ada juga yang terbuat dari plastik akrilik keras. Permainan ini dapat pecah, dan pecahannya bisa setajam peluru.
Larangan terhadap permainan ini pada masa awal kemunculannya juga pernah terjadi. Negara-negara seperti Amerika, Inggris, Mesir, dan beberapa negara lainnya melarang permainan ini.
Pemerintah Kota Semarang dan sekolah-sekolah di Kota Semarang pun mulai mengambil kebijakan yang sama. Sebelumnya, Dinas Pendidikan Kota Semarang melarang para siswa membawa dan memainkan lato-lato. Larangan ini terkait dengan gangguan suara dan resiko bahaya yang ditimbulkannya.
“Sudah kita imbau siswa untuk tidak membawa lato-lato ke sekolah,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdik Kota Semarang Suwarto, di Semarang, Jawa Tengah, Rabu 11 Januari 2023.
Kepala Bidang SD Disdik Kota Semarang, Hidayatullah, menjelaskan bahwa pihaknya sudah membuat surat edaran kepada orang tua siswa mengenai larangan membawa lato-lato.
“Lato-lato kalau kena mata dan kepala kan bahaya karena itu (bahannya) keras. Di beberapa daerah, lato-lato juga sudah memakan korban. Makanya, kami minta sekolah mengawasi siswanya,” katanya.
Di samping membahayakan karena terbuat dari material keras dan cara memainkannya yang dibentur-benturkan, suara yang ditimbulkan permainan itu juga bising sehingga bisa mengganggu kegiatan pembelajaran.
“Kami kewenangannya kan hanya di sekolah. Tidak bisa melarang mereka memainkannya di rumah. Namun, semestinya perlu kesadaran orang tua untuk mengawasi dan mengingatkan anaknya dalam bermain,” katanya.
Kepala SD Islam Supriyadi Semarang, Nursekah menjelaskan pihak sekolah sudah melarang siswa membawa mainan lato-lato ke sekolah sebagaimana imbauan Dinas Pendidikan.
“Sudah ada (larangan). Sekarang anak-anak sudah enggak ada yang membawa (lato-lato),” kata Nursekah yang membawahi sebanyak 724 siswa dari kelas I hingga kelas VI tersebut.
Lebih lanjut Nursekah menyampaikan bahwa larangan membawa dan memainkan lato-lato di sekolah sudah disampaikan melalui koordinator satuan pendidikan sejak Selasa sore, 10 Januari 2023, dan langsung ditindaklanjuti.
“Sudah ada (larangan). Sekarang anak-anak sudah enggak ada yang membawa (lato-lato),” kata Nursekah yang membawahi sebanyak 724 siswa dari kelas I hingga kelas VI tersebut.
Hal senada juga diungkapkan Humas SMPN 39 Semarang, M Agus Khamid Arif, sekolahnya telah melarang siswanya untuk membawa atau memainkan lato-lato. Selama dua minggu terakhir, karena banyaknya anak memainkan lato-lato, akhirnya proses pembelajaran di lingkungan sekolah terganggu.
“Karena waktu ramai kemarin anak-anak mainnya tidak ingat waktu, saat pergantian guru waktu kelas kosong gitu ada yang bermain, nah otomatis kan menganggu aktivitas belajar di kelas sebelahnya,” kata Agus.
Kebijakan yang sama juga ditempuh oleh Kepala SD Islam Cahaya Ilmu Semarang, Umi Latifah, yang membenarkan adanya imbauan dari Disdik kepada sekolah agar tidak memperbolehkan siswanya membawa dan memainkan lato-lato di sekolah.
“Memang kami sejak pertama masuk sekolah melarang siswa membawa mainan, apapun. Jadi, tidak cuma lato-lato. Memang tidak bisa kemudian dilarang begitu saja ya, tetapi bisa dialihkan ke kegiatan lain yang bermanfaat,” katanya. (za)
thanks for info