JAKARTA, derapguru.com – Penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian diduga menjadi penyebab 125 orang meninggal dunia dalam laga Arema FC melawan Persebaya FC. Gas air mata yang diarahkan pada tribun penonton membuat sesak nafas dan kepanikan massa. Aremania berlarian mencari jalan keluar, mereka berdesak-desakan, lalu jatuh ratusan korban.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan umumnya korban meninggal dunia karena desak-desakan, saling himpit, terinjak-injak, dan sesak nafas. “Tak ada korban pemukulan atau penganiayaan antar suporter,” tegas Mahfud.
Mahfud menegaskan bahwa tragedi Kanjuruhan bukanlah bentrok sesama suporter, yakni Aremania dengan Bonek. Bonek tidak boleh hadir menyaksikan tim kesayangannya di Kanjuruhan. Saat ini, Mahfud sendiri ditugasi memimpin Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk mengusut tragedi kelam di Stadion Kanjuruhan Malang.
Tim ini dibentuk melalui rapat koordinasi khusus (rakorsus) yang diikuti oleh Sesmenko PMK Yohanes Baptista, Mendagri Tito Karnavian, Menkes Budi Gunadi Sadikin, dan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olah Raga Kemenpora Chandra Bhakti, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, Wakabaintelkam Polri Irjen Merdisyam, Ketua Umum KONI Marciano Norman, Deputi II KSP Abetnego Panca Putra Tarigan, Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani, dan Sekjen PSSI Yunus Nusi.
Larangan
Ketua Umum Asprov PSSI Jatim, Ahmad Riyadh menegaskan, polisi sebenarnya tahu aturan larangan pemakaian gas air mata di dalam stadion. Aturan itu tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada Pasal 19 b. Riyadh mengaku, selama ini pihaknya juga sudah melakukan sosialisasi larangan gas air mata. Hal ini juga diketahui oleh panitia pelaksana (panpel) pertandingan.
“Kami sudah mensosialisasikan ini. Gas air mata dilarang digunakan di dalam lapangan sepakbola. Hal ini juga diketahui oleh Panitia Pelaksana (Panpel) pertandingan Arema FC dan Persebaya FC,” tutur Ahamd Riyadh.
Sementara itu, Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali, menegaskan bahwa penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian tidak sesuai prosedur. Selain kesalahan aparat kepolisian, Akmal menyebut terjadinya penembakan gas air mata dalam peristiwa tersebut juga menjadi kesalahan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) karena lalai.
“Kelalaian PSSI ketika melakukan kerja sama dengan pihak kepolisian, tidak menyampaikan prosedur ini bahwa pengamanan sepak bola itu berbeda dengan pengamanan demo. Tidak boleh ada senjata dan gas air mata yang masuk ke dalam stadion,” tegas Akmal. (za)