Pendidikan dan guru adalah faktor penting dalam upaya penciptaan sumberdaya manusia (SDM) berkualitas. Di era digital dan kemajuan teknologi yang super canggih saat ini kehadiran guru-guru berkualitas sangat dibutuhkan guna menghasilkan anak-anak yang bukan saja cerdas dan trampil dalam mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi juga harus berkarakter.
Identifikasi anak berkarakter antara lain tergambar dalam profil pelajar Pancasila dengan enam dimensi yang harus dimiliki, yaitu: beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, mandiri, bergotong-royong, berkebinekaan global, bernalar kritis, dan kreatif.
Melihat dimensi yang harus diwujudkan seperti tersebut maka beban tugas dan tanggung jawab guru sangat berat dan itu hanya bisa dilakukan oleh guru-guru yang professional dan kompeten.
Ironisnya, pendidikan kita masih diwarnai banyak permasalahan seperti kekurangan guru, status dan nasib guru honorer yang tidak jelas, rendahnya kompetensi dan kesejahteraan guru, beban administrasi yang berlimpah, serta kurikulum yang sering berubah dan kebijakan yang sering menyulitkan para guru.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nunuk Suryani dalam sebuah kesempatan mengungkapkan sepanjang 2022-2023, Indonesia memiliki sebanyak 3,3 juta guru di sekolah negeri, namun dari jumlah tersebut akan banyak yang pensiun, bahkan rata-rata jumlah yang pensiun mencapai 70.000 guru per tahun. Seiring dengan banyaknya guru yang pensiun, Nunuk Suryani selanjutnya menyatakan pada tahun 2024 Indonesia kekurangan sebanyak 1,3 juta guru.
Terkait dengan persoalan tersebut, belum lama ini derapguru.com melakukan perbincangan dengan Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Semarang, Erwan Rachmat MPd, di kantor dinas Pendidikan Kota Semarang. Pada kesempatan itu Erwan Rachmat didampingi Kabid GTK, Dr Miftahudin MPd.
Di banyak daerah masih sering terjadi kekurangan guru. Bagaimana kondisi guru di Kota Semarang?
Problematika guru itu dimana-mana dinamis. Saat ini terpenuhi tapi mungkin besuk kurang karena adanya guru yang meninggal dunia atau pensiun. Untuk yang pensiun kami sudah bisaantisipasi dengan politik anggaran yang kami buat sesuai prediksi jumlah guru yang pensiun.
Misalnya, untuk guru yang akan pensiun tahun 2025 sudah kami proyeksikan sesuai dengan politik anggaran yang kami buat di 2024 ini. Dan jika ada guru yang meninggal, untuk sementara diganti dengan guru non ASN sebagai antar waktu dengan gaji sesuai UMK. Upaya yang kami lakukan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan guru tetapi juga tenaga kependidikan di sekolah-sekolah negeri baik TK, SD maupun SMP. Bisa dicek di lapangan jika SD ada 2 rombel atau tiga rombel tendiknya lebih dari satu. Jadi kebutuhan guru di kota Semarang saat ini relative terpenuhi. Kalau pun ada kekurangan masih bisa teratasi dengan guru antar waktu dan itu tidak
banyak, tidak seperti yang terjadi di daerah-daerah lain.
Bagaimana dengan keberadaan guru honorer?
Sekarang kita sebetulnya tidak mengenal istilah guru honorer, yang ada ASN dan Non ASN. Di TK ada 1, SD ada 22, SMP 3. Total ASN pensiun tahun 2024 di TK ada 28, SD 156 ini nanti akan terisi oleh P3K. Kalkulasi pengisian itu variabelnya juga ditentukan dari P3K, kami tidak bisa memploting anggaran yang besar karena khawatir tidak terserap. Untuk SMP ada kisaran 37. Dan untuk P3K tahun ini, 2024 (penempatan tahun 2025) ada 303. Ini sudah mencukupi kebutuhan.
Bagaimana kondisi jumlah guru berdasarkan statusnya?
Ya, berdasarkan statusnya guru TK PNS 118 orang, dan Honorer APBD 1 orang, Swasta 690 orang. Untuk guru SD dengan status PNS 1.902, PPPK 2.324, APBD 22, dan Outsourching 38, Swasta 2.731. Untuk guru SMP dengan status PNS 834, PPPK 903, APBD 3, Outsourhing 27, Swasta 1.881.
Di SD dan SMP ada guru Outsourching, Bagaimana itu mekanisme pengangkatannya?
Dinas bekerja sama dengan pihak ketiga untuk mengisi kekosongan guru. Dianggarkan dari APBD dengan standar UMK. Mekanisme seleksi dan persyaratannya ditentukan oleh pihak ketiga. Kepala sekolah bisa menyampaikan kepada kami manakala ada guru outsourching yang dinilai tidak cocok dan kami akan sampaikan kepada pihak ketiga untuk mengganti atau melakukan pembinaan.
Terkait ketentuan akhir tahun 2024 tidak boleh ada pegawai non ASN di Lembaga pemerintah, apakah tenaga outsourching tidak terkena aturan itu?
Otomatis tidak, karena kami sudah menyerakan kepada pihak ketiga untuk rekrutmen itu. Pengadaannya tidak dilakukan oleh satuan Pendidikan dan juga bukan oleh Dinas Pendidikan.
Kalau kami tidak melibatkan pihak ketiga terus terjadi kekurangan siapa yang akan mengisi?
“Ini adalah langkah bijak yang kami lakukan, untuk antisipasi agar tidak terjadi keksosongan guru”.
Apakah kepala sekolah juga diberi kewenangan untuk merekrut guru antar waktu?
Kami melarang keras kepala sekolah mengangkat tenaga honorer. Kalau ada yang melanggar ya resiko ditanggung sendiri. Namun untuk antisipasi kebutuhan mendadak jika ada guru yang pensiun atau meninggal dunia, boleh menerima guru magang atau guru antar waktu, yang sifatnya sementara agar proses pembelajaran tidak terganggu, misalnya mahasiswa semester akhir atau yang baru saja wisuda dan membutuhkan tempat praktik mengajar boleh, tapi untuk sementara saja. Kalau ada guru yang definitive datang ya dia keluar.
Terkait dengan kompetensi guru, apa yang harus dilakukan para guru?
Para guru tidak boleh berhenti belajar. “Kalau berhenti belajar ya berhenti mengajar”. Mengapa? Karena guru mau mengajar tidak boleh kosong, harus ada isinya. Isinya dari mana? Ya dari hasil belajar, dari diklat, dari pelatihan. Apalagi sekarang sudah bisa dilakukan dengan swa pelatihan, melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM). Kita bisa mengatur sendiri episodenya, waktunya, melalui PMM semua kebutuhan belajar guru tersedia.
Di era digital dengan kemajuan teknologi yang pesat saat ini, mindset guru harus berubah. Jangan menjejali siswa dengan materi ajar saja. “Sekolah bukan untuk menjejali anak dengan materi saja tetapi untuk membuka cakrawala berpikir sehingga yang didapatkan adalah logic, beretika, dan berestetika, ketiganya dipraktikkan. “Materi itu hanya jembatan saja, bukan tujuan utama”.
Terkait Perubahan Kurikulum yang sering terjadi, bagaimana pendapat bapak?
Guru tidak boleh alergi terhadap perubahan kurikulum. Karena perubahan itu tentu sudah melalui kajian mendalam, maka kita harus siap. “Esensi kurikulum memang selalu berubah. Maka guru jangan alergi terhadap perubahan”, Perubahan kurikulum bukan sesuatu yang harus ditentang. Kurikulum apapun yang berlaku, harus dipahami secara logic, beretika dan berestetika. “Kita harus gunakan logika berpikir untuk memahami apapun”. (pur/za)